Perhiasan logam yang motifnya berasal dari Batak sempat menjadi trend di kalangan pecinta perhiasan. Bahan yang digunakan terdiri dari berbagai macam namun pada wujud aslinya, perhiasan tersebut berasal dari emas. Harga emas yang mahal tentunya tidak dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat, oleh sebab itu beberapa pengrajin memiliki akal untuk membuat desain yang sama dari tembaga maupun perak yang disepuh dengan emas. Perhiasan logam yang paling laris digemari adalah motif yang dibuat oleh Batak Karo. Bagaimana asal-usul motif tersebut? Bagaimana orang-orang Batak Karo terdahulu membuat perhiasan dari emas? Apa fungsi perhiasan-perhiasan tersebut?
Batak adalah kelompok etnis minoritas terbesar di Indonesia, dengan lebih dari enam juta anggota. Mereka mendiami ujung utara punggung pegunungan yang membentang dari Sumatera, pulau terbesar keempat di dunia. Daerah yang terisolasi ini diberkati dengan tanah yang subur, iklim yang sejuk dan hutan dataran tinggi yang lebat.
Batak adalah kelompok etnis minoritas terbesar di Indonesia, dengan lebih dari enam juta anggota. Mereka mendiami ujung utara punggung pegunungan yang membentang dari Sumatera, pulau terbesar keempat di dunia. Daerah yang terisolasi ini diberkati dengan tanah yang subur, iklim yang sejuk dan hutan dataran tinggi yang lebat.
Kalung motif tanduk kerbau khas Batak Karo, koleksi Dian Art |
Seperti banyak kelompok etnis lainnya di Indonesia, orang Batak memiliki kasta khusus pekerja logam (pande) yang dipandang sangat menghormati pengetahuan esoterik mereka. Pengolahan besi dan paduan tembaga (perunggu dan kuningan), tidak hanya dibuat perhiasan tetapi juga berbagai macam benda utilitarian
dan magis, yang termasuk pisau, gesper, pipa, rantai, patung-patung kecil, jimat, dan perlengkapan untuk memanjat pinang.
Secara khusus mereka unggul di teknik pengecoran lilin.
Potongan yang kuat termasuk bentuk cincin besar dan ban lengan dengan kepala besar
singa, kadal, dan motif lainnya (yang juga digunakan pada fasad rumah Batak besar)
adalah jenis-jenis yang dihasilkan. Pada kesempatan tertentu, orang Batak juga
menggunakan perak. Kombinasi dan paduan seperti perhiasan Toba, tidak berbentuk
gelang acak karena memiliki bola pasir besar yang menyerupai tulang mengalir dari
tulang belakang dan berakhir di ekor. Motif-motif ini jauh lebih jelas pada gelang
dibandingkan dengan motif rumah Batak. Penggunaan berulang motif sentral dalam berbagai
bentuk membuktikan bahwa perhiasan Batak tidak hanya memiliki tujuan dekoratif,
tetapi juga berfungsi sebagai simbol status, lencana pangkat, indikasi keanggotaan
kelompok usia tertentu, amulet, dan talisman.
Perhiasan adalah lambang status sosial dan kekayaan, hanya
perempuan Batak Karo kelas atas (perempuan yang mewakili garis keturunan kuno bisa
melacak nenek moyang mereka kembali ke beberapa pendiri desa) yang diizinkan
untuk memakai anting-anting spiral terbesar. Anting-anting tersebut biasa dikenal
sebagai Padung-Padung. Paduan perak sering dihiasi dengan cakram tambahan emas
dan suasa (paduan emas dan tembaga), anting-anting tunggal dapat memiliki berat
lebih dari 1 kg. Agar telinga tidak robek maka mereka juga menggunakan kain
kepala wanita. Para ahli mengidentifikasi motif yang berakar ke Zaman Perunggu Indonesia,
berbentuk spiral dengan model menyatu ke gelang dan kalung sebagai elemen
dekoratif.
Bagian khas lain yang dikenakan oleh
wanita adalah anting-anting tunggal dengan motif duri dibungkus kawat dan diberi
nama duri-duri (duri). Duri-duri kebanyakan sering dibuat dari emas perak, selain
itu juga dibuat dari perunggu, kuningan dan emas. Menariknya, sebagian besar contohnya
mirip dengan anting-anting jenis mamuli yang berbentuk oval dan biasanya
digunakan Indonesia bagian timur. Anthony Granucci (2005: 84), menulis bahwa,
"kesimpulannya motif tersebut melambangkan vulva wanita, melambangkan kesuburan dan fekunditas".
"kesimpulannya motif tersebut melambangkan vulva wanita, melambangkan kesuburan dan fekunditas".
Para pengrajin logam Toba juga tampaknya tidak mampu
untuk mempertahankan tradisi lama mereka, meskipun pada akhirnya berusaha untuk
dihidupkan kembali oleh para misionaris . Sayangnya, tidak
ada penelitian rinci yang pernah mereka buat. Untungnya, banyak contoh pekerjaan
pandai besi Toba yang masih bertahan berupa koleksi. Pengujian awal menunjukkan
bahwa benda-benda tersebut memiliki usia yang cukup panjang.
Berbeda dengan Toba, para pandai besi dari Batak Karo masih ada hingga saat ini. Jenis yang paling dikenal dari Karo perhiasan perak adalah anting-anting Padung-Padung. Sementara ini didasarkan pada bentuk spiral ganda sederhana, memiliki bentuk dan berbagai ukuran. Permukaan perhiasan Batak Karo termasuk bros menjuntai indah dengan sekelilingnya yang rumit dihiasi dengan berbagai desain kompleks menggunakan granulasi dan teknik kerawang.
Sumber : Gold Jewellery of The Indonesian Archipelago by Anne
Ritcher and Bruce W. Carpenter
No comments:
Post a Comment