Selain kaya dengan batu-batuan, Pulau Kalimantan juga terkenal dengan manik-maniknya. Model manik Kalimantan terdiri dari beraneka ragam yang sangat khas dan etnik. Penggunaan manik-manik di Kalimantan Tengah sebenarnya merupakan warisan budaya dari leluhur. Bahan utama manik-manik yang paling sering digunakan berasal dari daur ulang kaca. Hal yang paling menarik dari manik-manik Kalimantan Tengah adalah setiap warna maupun motif sama-sama memiliki makna. Tidak semua orang berhak menggunakan manik-manik sesuka hatinya, karena menggunakan kreasi manik-manik dengan motif dan warna tertentu sama dengan menunjukkan identitasnya terhadap masyarakat.
Sebagian besar manik-manik yang diimpor berasal dari pedagang China
, India, Arab, dan Eropa. Di kota-kota
pesisir Pulau Kalimantan manik-manik diperdagangkan dengan hasil hutan dari suku Dayak, tapi tidak semua manik-manik merupakan manik impor. Di
kota kecil Tanjung Selor, di pantai timur, Tillema menemukan sebuah lokakarya
untuk manik-manik pada tahun 1928. Manik-manik kaca Eropa diahancurkan dan dilebur oleh
pengrajin lokal. Kaca-kaca tersebut
dilelehkan dan dituangkan di atas papan dengan banyak
lubang kecil. Ukuran manik-manik
tersebut lebih besar dari manik-manik Bohemia, sehingga
manik-manik yang berukuran tebal bisa dibuat. Ketika kaca masih cair, orang-orang membuat
sebuah lubang kecil di bola dengan vena dari daun kelapa, untuk ditusukkan ke manik-manik.
Pada saat itu
Whittier menyatakan ada berbagai cara untuk mendapatkan manik-manik. Metode pertama
adalah impor dari Chzechoslovakia, nama baru dari bekas wilayah Bohemian.
Manik-manik ini diimpor melalui Sarawak, bagian Malaysia dari Kalimantan.
Metode kedua adalah perdagangan benda-benda etnografi untuk manik-manik dari
pedagang Kayan.
Barang-barang ini kemudian dijual di pasar wisata melalui pedagang. Metode tersebut dilakukan untuk
mendapatkan manik-manik di pedesaan yang biasanya dibuat oleh para
perempuan. Metode terakhir adalah membongkar potongan tua dari manik-manik.
|
Bahan manik-manik yang nantinya digunakan untuk
topi, pakaian, dan lain-lain (dokumentasi pribadi Dian Art) |
Warna dan motif manik-manik
Sebagaimana disebutkan di atas, masing-masing kelompok Dayak memiliki
preferensi sendiri untuk warna. Pada akhir abad ke-19, manik-manik untuk wanita
digunakan untuk membuat topi yang diberi nama lawang Apang, dibuat oleh Bahau di daerah Mahakam,
menunjukkan keragaman besar warna : hitam, kuning, hijau, biru, merah , dan
oranye . Motif pada manik-manik ini adalah kepala panther yang sangat bergaya. Mata,
hidung, maupun mulut panther berwarna hitam dan merah .
Nieuwenhuis percaya motif panther
benar-benar menjadi tokoh mitos atau referensi, kedua
asumsi tersebut menunjukkan bahwa Bahau, sama
seperti Kenyah, memilih motif dari dunia hewan.